Spot Informasi Bisnis dan Lifestyle Anda

Full width home advertisement

SafelinkU | Shorten your link and earn money

Post Page Advertisement [Top]

SafelinkU | Shorten your link and earn money


UMUR BUKAN JAMINAN KEDEWASAAN

Umur itu tidak menjamin kedewasaan.
Bertambahnya umur bukan berarti bertambah dewasa.
Umur juga bukan jaminan mentalnya bertambah kuat dan bertambah besar.
Bertambah umurnya belum tentu mentalnya bertambah kokoh dan tahan goncangan. Bertambahnya umur juga bukan jaminan imannya bertumbuh.
Iman yang bertumbuh tidak ditentukan oleh bertambahnya umurnya, karena iman yang bertumbuh ditentukan seberapa dia melakukan Firman TUHAN.

Lalu apa yang menentukan kedewasaan... ?
Apa yang menentukan mentalnya kuat... ?
Apa yang membuat imannya bertumbuh dewasa... ?

Ada perenungan dan pembelajaran hidup yang meresap muncul di hati setelah mengkonseling sekian banyak orang yang akan menikah. Dan sekali lagi, besaran umur mereka tidak menunjukkan kedewasaaan mereka. Ragam umurnya banyak. Dari yang berumur 17 tahun sampai 48 tahun. Itu yang pernikahan pertama. Belum lagi yang menjalani pernikahan kedua, mereka sebagian besar berumur lebih dari 35 tahun, bahkan ada yang berumur 56 tahun.
Awalnya saya beranggapan dengan umur yang bertambah, maka kedewasaan bertambah, mentalnya atau keberaniannya semakin besar dan semakin kuat, juga semakin bertambah umurnya juga bertambah pengalaman imannya. Ternyata anggapan saya salah sama sekali.
Ada yang baru berumur 27 tahun tetapi sudah begitu dewasa dan memiliki penguasaan diri yang baik, sedang mereka yang berumur 42 tahun, masih begitu egois dan mau menangnya sendiri.
Keadaan itu mengajarkan kepada saya arti sebuah kedewasaan iman, kedewasaan mental juga kedewasaan berpikir.

Memang idealnya semakin bertambah umur seseorang, semakin bertambah pula pengalaman imannya, bertambah keberaniannya, juga bertambah wawasan, pengertian, dan penguasaan dirinya.
Perjalanan hidup yang dijalaninya sepanjang tahun, peristiwa demi peristiwa yang dialaminya mau tidak mau memaksanya untuk berpikir, merenung dan mencari kebenaran kehidupan. Semestinya banyak peristiwa yang memaksanya untuk berpikir ke depan. Berharap lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Semestinya... Sebaiknya...

Tetapi ternyata tidak semua orang berkembang sejalan dengan bertambahnya usianya.

Ada orang yang fokusnya diri sendiri, standar hidupnya adalah diri sendiri, juga tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya – selama itu tidak ada hubungannya dengan dirinya secara langsung – orang yang jenis ini tidak mau belajar mendengar dan berubah. Dia tidak merasa perlu berubah karena standar hidupnya diukurnya sendiri. Dia merasa baik-baik saja karena standar hidupnya dirinya sendiri.

Berbeda dengan ornag yang menetapkan Kebenaran Firman Tuhan untuk menjadi standar hidupnya. Maka dia akan menemukan bahwa keadaan dirinya masih jauh di bawah standar Kebenaran – yang kemudian membuat dia mau belajar dan mau berubah. Dia ingin berubah karena kalau tidak berubah maka lambat laun dia akan menjauh dari rencana TUHAN dalam hidupnya. Orang yang fokusnya dirinya sendiri dan standar hidupnya adalah dirinya sendiri – akan tidak sejalan dengan rencana TUHAN. Karena fokus kepada diri sendiri itulah kedagingan. Keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh.

Ada juga orang yang ‘sudah berhenti bertumbuh’ selagi dia hidup.
Ada kekecewaan, sakit hati, patah hati, putus asa dan kepahitan hati yang membuat dia ‘berhenti’ untuk berubah. Dia begitu menutup diri dengan apa yang terjadi di luar hidupnya. Dia ini hidup dalam masa lalu yang belum tuntas. Pikiran, perasaan dan keinginannya dibelenggu oleh peristiwa menyakitkan yang pernah dialaminya. Hatinya tidak bisa menerima apa yang sudah terjadi, bertanya-tanya, menuntut kesalahan orang lain, juga tidak kuasa bangkit dari ‘kubur’ yang dibuatnya sendiri. Kadang dia menikmati kesendiriannya dan menganggap hidupnya sudah selesai.
Imannya tidak bertumbuh karena dia tidak memutuskan belenggu masa lalunya.
Mentalnya semakin kecil dan bertambah kuatir karena tuntutan keadaan semakin besar, tetapi dia tidak memperlengkapi pikiran dan pengertiannya untuk menghadapi semuanya itu.
Dia tidak bertambah dewasa karena tidak ada perenungan yang membawa kepada pertobatan, tidak bertambah pengertian dan wawasan hidupnya, tidak bertambah hubungan pribadinya dengan orang lain sehingga tidak ada perbandingan – dan tidak ada pertambahan penguasaan diri karena tidak terlatih dan tidak ada benturan.

Ada juga orang yang ‘dibuat’ tidak dewasa karena orang tua dan orang-orang di sekitarnya.
Hidupnya terlalu banyak larangan dan terlalu diproteksi. Dia tidak disiapkan untuk menghadapi perubahan demi perubahan. Kasih sayang yang berlebihan, ketidak percayaan akan kekuatan alami dari TUHAN, juga yang bersangkutan yang menikmati perlindungan dan kasih sayang yang menina bobokkan. Dia tidak belajar berpikir, tidak mau susah, juga malas untuk berubah.
Jangan bicara kedewasaan kalau keadaannya seperti di atas ; orangnya akan egois, tidak tahan teguran, tidak tahan benturan, mudah putus asa, suka menuntut, suka bergantung kepada orang lain dan pertimbangannya pendek.

Tetapi bagaimanapun orang harus belajar, orang harus berkembang, orang harus berubah, orang harus bertambah wawasannya, orang harus bertambah pengertiannya, orang harus bertambah penguasaan dirinya – kalau tidak maka dia akan seperti ‘orang asing’ yang salah masa dan salah sikap.
Sebaiknya setiap peristiwa hidup melahirkan renungan, pertimbangan, keputusan dan pilihan untuk lebih baik dan bertambah dewasa.

Salam dari Epafras kepada kamu; ia seorang dari antaramu, hamba Kristus Yesus, yang selalu bergumul dalam doanya untuk kamu, supaya kamu berdiri teguh, sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah. [Kolose 4:12]

By His Grace,
Ps. Yosea D. Christiono


No comments:

Post a Comment

Bottom Ad [Post Page]